TATACARA DZIKIR HARIAN. Tata caranya adalah sebagai berikut: 1) Sholat Shubuh. "Semoga rahmat Allah sampai kepada ruh ahli silsilah thoriqot qodiriyah naqsyabandiyah dan kepada seluruh ahli tarekat, khususnya kepada Sulthon Auliya penolong agung pakunya alam yakni syekh Abdul Qodir Al-Jailani q.s, dan kepada Syekh Abil Qosim Junaid Al
Tarekat Naqsandiyah, seperti juga tarekat yang lainnya mempunyai tata cara ritual tersendiri, sebagai berikut 1. Husy dar dam , “sadar diwaktu bernafas” suatu latihan dimana seseorang harus menjaga diri dari kekhilafan dan kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu merasakan kehadiran Allah. Hal ini dikeranakan setiap keluar masuk nafas yang hadir beserta Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih dekat kepada Allah. karena kalau orang lupa dan kurang perhatian berarti kematian spiritual dan mengakibatkan orang akan jauh dari Allah. 2. Nazar bar qadam, “menjaga langkah” seorang murid yang sedang menjalani khalwat suluk , bila berjalan harus menundukkan kepala, melihat ke arah kaki dan apabila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan. Sebab memandang kepada keaneka ragaman ukiran dan warna dapat melalaikan orang lain dari mengingat Allah, selain itu juga supaya tujuan-tujuan yang rohaninya tidak dikacaukan oleh segala hal yang berada di sekelilingnya yang tidak relevan. 3. Safar dar wathan , “ melakukan perjalanannya di tanah kelahiran”, maknanya adalah melakukan perjalanan batin dengan meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akibat hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. Atau maknanya adalah berpindah dari sifat-sifat manusia yang rendah kepada sifat-sifat malaikat yang terpuji. 4. Khalwat dar anjuman,” sepi di tengah keramaian”, khalwat bermakna menyepinya seorang murid, sementara anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu. Berkhalwat terbagi menjadi dua bagian, yaitu a. Khalwat lahir, yaitu orang yang bersuluk mengasingkan diri ke sebuah tempat tersisih dari masyarakat. b. Khalwat batin, yaitu mata hati menyaksikan rahasia kebesaran Allah dalam pergaulan sesame makhluk. 5. Yad krad, ”ingat atau menyebut” ialah berzikir terus-menerus mengingat Allah, baik zikir ism al-zat menyebut Allah, maupun zikir naïf itsbat menyebut La ilaha Illa Allah . bagi kaum Naqsabandiyah zikir itu tidak terbatas dilakukan secara berjamaah ataupun sendirian sesudah shalat, tetapi terus-menerus supaya di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen. 6. Baz Ghust, “ kembali “, memperbaharui”. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan hati agar tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang. Sesudah menghela nafas, orang yang berzikir itu kembali bermunajat dengan mengucapkan kalimat yang mulia ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi. ya tuhanku, engkaulah tempatku memohon dan keridhaanMu lah yang ku harapkan. Sewaktu mengucapkan zikir, makna dari kalimat ini harus selalu berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang paling halus kepada Allah semata. 7. Nigah Dasyt, ” waspada”. Ialah setiap murid harus menjaga hati, pikiran, dan perasaan dari sesuatu walapun sekejap seketika melakukan zikir tauhid. Hal ini bertujuan untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan Tuhan, dan untuk memelihara pikiran dari perilaku agar sesuai dengan makna zikir tersebut. 8. Yad dasyt, ”mengingat kembali” adalah tawajuh menghadapkan diri kepada nur zat Allah, tanpa kata-kata. Pada hakikatnya menghadapkan diri dan mencurahkan perhatian kepada nur zat Allah tiada lurus, kecuali sesudah Jana’ hilang kesadaran yang sempurna. Tampaknya hal ini semula dikaitkan pada pengalaman langsung kesatuan dengan yang ada wahdat al-wujud . zikir. Titik berat amalan penganut Tarekat Naqsandiyah adalah zikir. Zikir adalah berulang-ulang menyebut nama Allah atau menyatakan kalimat La ilaha Illa Allah dengan tujuan untuk mencapai kesadaran akan Allah. para penganut Naqsabandiyah lebih sering melakukan zikir sendiri, tetapi bagi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan dengan syaikh cenderung iktu serta secara teratur dalam pertemuan dimana majlis zikir dilakukan. Tarekat Naqsabandiyah mempunyai dua macam zikir, yaitu 1. Zikir Ism al-zat, artinya mengingat nama yang Haqiqi dengan mengucapkan nama Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali sambil memusatkan perhatian kepada Allah. 2. Zikir tauhid, artinya mengingat keesaan. Zikir ini terdiri atas bacaan perlahan diiringi dengan pengaturan nafas, kalimat La ilaha Illa Allah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan garis memalui tubuh. Caranya, pertama bunyi La digambar dari daerah pusar terus ke atas sampai ke ubun-ubun, kedua. Bunyi ilaha turun ke kanan dan berhenti di ujung bahu kanan, ketiga, kata berikutnya illa > dimulai dan turun melewati bidang dada sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata terakhir Allah dihujamkan sekuat tenaga. Orang yang sedang berzikir membayangkan jantung itu berdenyutkan nama Allah, dan memusnahkan segala kotoran. Sebagian ulama menyatakan bahwa zikir anggota tubuh jawarih adalah 1. Zikir mata dengan menangis 2. Zikir telingan dengan mendengar yang baik-baik 3. Zikir lidah dengan memuji Allah 4. Zikir tangan dengan member sedekah 5. Zikir badan dengan menunaikan kewajiban 6. Zikir hati dengan takut dan mengharap 7. Zikir roh dengan penyerahan diri kepada Allah Terdapat 7 tingkatan zikir dalam Tarekat Naqsabandiyah 1. Mukasyafah, mula-mula zikir dengan menyebut Nama Allah dalam hati sebanyak 5000 kali sehari semalam. Setelah melaporkan perasaan selama berzikir, maka syaikh menaikkan zikirnya menjadi 6000 kali sehari semalam. 2. Lathaif, setelah melaporkan perasaan yang dialami dalam berzikir itu, maka atas penilikan syaikh, dinaikkan zikirnya menjadi 7000. Dan demikianlah seterusnya menjadi 8000, 9000, 10,000 kali sehari semalam. Zikir tersebut dinamakan lathaif sebagai maqam kedua. Maqam lathifah-lathifah juga terbagi menjadi 7 macam, yaitu a. Lathifah al-Qalbi , zikir sebanyak 5000 kali ditempatkan dibawah dada sebelah kiri dan kurang lebih dua jari dari rusuk. b. Lathifah al-Ruh, zikir sebanyak 1000 kali di bawah dada kanan, kurang lebih dua jari ke arah dada. c. Lathifah al-Sirr 1000 kali dua jari diatas dada d. Lathifah al-Khofi 1000 kali diatas dada kanan e. Lathifah al-Akhfa 1000 kali di tengah-tengah dada f. Lathifah al-Nafsi al-Nathiqah 1000 kali diatas kening g. Lathifah al-Kull al-Jasad 1000 kali diseluruh tubuh 3. Nafi Itsbat, 11,000 kali dengan membaca La ilaha Illa Allah 4. Wuquf qalbi 5. Ahadiah 6. Ma’iah 7. Tahlil
Khalwatialah mengasingkan diri dari keramaian atau ke tempat yang terpencil, guna melakukan zikir dibawah bimbingan seorang Syekh atau khalifahnya, selama waktu 10 hari atau 20 hari dan sempurnanya adalah 40 hari. Tata cara khalwat ditentukan oleh syekh antara lain; tidak boleh makan daging, ini berlaku setelah melewati masa suluk 20 hari. Ritual Suluk di Daya Seuramoe Daraussalam, Braden, Peukanbada, Aceh Besar, Aceh Foto Antara/Ampelsa Syarat Suluk Memperoleh izin dari guru mursyid atau dari orang yang sudah diberi ijazah untuk memberikan izin manjing mencari tempat sepi yang sekiranya bisa jauh dari anak istri serta sudara dan manjing suluk Lafadz Niat Suluk نَوَيْتُ أَنْ أَدْخُلَ فِى السُّلُوْكِ عَشَرَ، عِشْرِيْنَ، أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا لاِقْتِدَاءِ السَّلَفِ الصَّالِحِيْنَ وَلِاتِّبَاعِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلهِ تَعَالَى Saya berniat manjing suluk 10, 20, 40 hari karena mengikuti `ulamâ’ salaf yang sholeh dan mengikuti nabi Muhammad Saw semata karena Allah ta’ala. Rukun Suluk Meninggalkan ucapan yang tidak ada manfaatnyaTidak banyak makan sehingga menyebabkan tidak mampu untuk berzikir atau beribadah yang banyak tidurMalanggengkan zikir di hati, siang dan malam dengan zikir yang jumlahnya melebihi apa yang telah diperintahkan guru dengan tidak mengubah adab dan syarat zikir. Khusus bagi murid yang mubtadi’ orang yang baru belajar di waktu manjing suluk sehari semalam jumlah zikirnya tidak boleh kurang dari zikir ismu dzât. Bagi yang mampu, sehari semalam jumlah zikirnya jangan sampai kuRang dari zikir ismu dzât. Bagi murid ahli lathaif, maka zikir lathaif sekali pada pagi hari dan sekali pada sore hari kemudian menjalankan zikir hati di antara dua waktu dengan jumlah bilangan atau lebih. Bagi murid ahli nafi isbat dan wuquf dan murâqqabah, maka zikir lathaif dilakukan sekali pada pagi hari dan sekali pada sore hari, nafi isbat sebanyak Tawajuhan tiga kali dalam sehari semalam, yaknisetelah Isya’, dengan diawali khataman khawajikan, selain malam Selasa dan malam Jum’at,waktu sahur, dengan diawali khataman khawajikan, selain malam Selasa dan malam Jum’at,setelah Dzuhur, tanpa khataman khawajikan, khawajikan dilakukan setelah shalat Ashar, tawajuhan dilakukan khusus bagi murid yang suluk. Catatan Bagi murid yang tidak suluk tidak boleh tawajuhan kecuali hari Selasa dan hari Jum’at. Adab Suluk Memperoleh izin dari guru mursyid untuk manjing sulukMandi taubat dengan niat taubat dari seluruh dosa kemudian wudhu’ dengan sempurnaShalat hajat dua rakaat dengan niat manjing suluk Memasuki tempat khalwat dengan membaca ta’awudz dan basmalahDengan sungguh-sungguh berniat untuk memenjarakan nafsu رياضة النفسMelanggengkan wudhu’ jika batal, wudhu’ Tidak berbicara, kecuali zikir kepada Allah SwtMelanggengkan Rabitah kepada guru mursyidMenjalankan shalat Jum’at dan shalat berjama’ah lima waktu, sunnah rawatib qobliyah ba’diyah dan shalat sunnah yang lain terlebih yang muakkad dengan bersungguh-sungguh. Melanggengkan semua jenis zikir sirri, jahr, nafi isbat, dzikit ismu dzatMembiasakan tidak tidur kecuali meRasakan kantuk yang sangat, dengan niat agar tubuh semangat untuk bersandar pada tembok, dinding, dan tidak tidur terlentang di atas alas Ketika keluar harus menundukkan kepala serta tidak memandang kecuali memang berbuka tidak memakan daging hewan, atau segala sesuatu yang bernyawa. Lama waktu suluk bagi seorang salik terkadang berbeda-beda, bergantung dari tingkatannya. Jika dalam 40 hari seorang salik melaksanakan suluk dengan berkhalwat menyepi dan penuh ikhlas, maka akan muncul berbagai hikmah pada diri seorang salik, baik dari hati atau lisannya. Hendaknya, awal manjing suluk itu dilakukan pada pertengahan bulan Sya’ban dan selesai suluk pada akhir hari Raya `Idul fitri, Jâmi’ al-Ushûl fi al-Auliyâ’, halaman 207. Uzlah Uzlah adalah menjauhkan diri dari pergaulan manusia dengan tujuan tidak menyakiti mereka. Bagi salik seharusnya melakukan uzlah pada permulaan karena uzlah merupakan pertanda wushûl kepada Allah SWT Kemudian diakhiri dengan khalwat untuk menyatakan damainya bersama Allah Swt, Jâmi’ al-Ushûl fil Auliyâ’, halaman 217. وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَى أَلَّا أَكُونَ بِدُعَاء رَبِّي شَقِيًّا المريم ٤٨ Dan aku akan menjauhkan diri dari padamu dan dari apa yang kamu seru selain Allah Swt, dan aku akan berdo`a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo`a kepada Tuhanku, Qs. al-Maryam 48. وَقَالَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ النَّاسِ مَنْ يُجَاهِدُ فِى سَبِيْلِ اللهِ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، ثُمَّ رَجُلٌ يَعْبُدُ اللهَ فِى شُعْبٍ مِنَ الشُّعَابِ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ جامع الأصول فى الأولياء، ص 217 Nabi Muhammad Saw bersabda “Sebaik-baik manusia adalah orang yang berjihad di jalan Allah Swt dengan jiwa Raga dan hartanya, dan orang yang menyembah kepada Allah SWT di puncak gunung serta meninggalkan manusia karena takut berbuat jelek kepada mereka, Jâmi’ al-Ushûl fi al-Auliyâ’, halaman 217. Pembagian `Uzlah Uzlah dibagi menjadi 2 bagian yaitu `Uzlah awwam memisahkan diri secara jasmani untuk menyelamatkan manusia dari perbuatan buruknya, bukan mencari keselamatan diri dari perbuatan buruk manusia. “Menyelamatkan manusia dari perbuatan buruknya” adalah ciri muttaqin karena uzlah sebagai akibat dari menganggap dirinya lebih hina dari orang lain tawadhu’. Sedangkan yang dimaksud dengan ungkapan “bukan mencari keselamatan diri dari perbuatan buruk manusia” adalah sifat syaithoniyah karena menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain sombong. Uzlah khawwas memisahkan diri dari sifat basyariyah manusia menuju sifat malakiyah malaikat meskipun dia bergumul dengan manusia. Oleh karena itu, ulama’ taSawuf berpendapat bahwa orang yang makrifat itu secara dzahir bersama manusia, akan tetapi secara batin berpisah dari mereka, Jâmi’ al-Ushûl fi al-Auliyâ’, halaman Lihat juga kitab al-Risâlah al-Qusyairiyah, halaman 101-102. SI Sumber Sebagianulama menyatakan bahwa zikir anggota tubuh (jawarih ) adalah: 1. Zikir mata dengan menangis 2. Zikir telingan dengan mendengar yang baik-baik 3. Zikir lidah dengan memuji Allah 4. Zikir tangan dengan member sedekah 5. Zikir badan dengan menunaikan kewajiban 6. Zikir hati dengan takut dan mengharap 7. Perlu kiranya mengetahui beberapa hal lagi tentang zikir menahan napas. Syekh Kalimullah Jahânâbâdi mengatakan bahwa dalam beberapa tarekat, menahan napas dipandang sebagai prinsip paling manjur untuk menghilangkan kemunafikan dalam jiwa. Para Syaikh dalam Tarekat Hisytiyyah, Kubnawiyyah, Syattâriyyah, dan Qadiriyyah menjadikannya sebagai syarat untuk menghilangkan kemunafikan dalam hati serta untuk kefanaan diri. Akan tetapi, para syaikh dalam Tarekat Naqsybandiyyah tidak memandangnya sebagai sebuah syarat apa pun. Namun, mereka tidak menafikan kemujarabannya. Bertolak belakang dengan mereka, para syaikh dalam Tarekat Suhrawardiyyah menganjurkan agar napas hendaknya jangan ditahan. Sebagai akibatnya, Syaikh Bâhâ’uddin Umar dan Syaikh Zaynuddin Khawafi, pendukung Tarekat Suhrawardiyyah, juga berpandangan serupa. Syekh Kalimullah menegaskan bahwa ada dua hal yang mesti dicamkan. Yang satu ialah menahan napas, dan yang lain adalah menghentikan napas habs al-nafs dan hashr al-nafs. Ada dua macam menahan napas mengosongkan dan mengisi. Yang dimaksud dengan mengosongkan takhalliyyah ialah menarik napas dalam lambung dan menarik pusar menuju punggung, dan menahan napas dalam dada, dan menurut sebagian orang dalam otak. Untuk mencegahnya, sebagian orang menutup lubang hidung, telinga dan mata mereka dengan jari-jemari. Hanya saja, ini tidak perlu. Konon, Khidhr menyuruh Syaikh Abdul-Khaliq Ghijduwâni untuk menenggelamkan diri dalam sebuah bak air dan mengamalkan yang demikian itu. Pengalaman para sufi ialah bahwa menahan napas banyak memberikan manfaat. Umpamanya saja, kemunafikan dalam jiwa bisa dihilangkan. Perasaan gembira dan bahkan ekstase bisa dialami. Yang dimaksud dengan “mengisi lambung” tamli’ah adalah bahwa napas mesti ditarik dan ditahan dengan menggelembungkan perut. Dalam keadaan seperti ini, pusar lantaran perut menggelembung terpisah dari punggung. Dengan mengosongkan perut napas, panas yang dibutuhkan dalam sulük pun meningkat, dan dengan mengisi, makanan pun bisa dicernakan. Menghentikan napas hashr an-nafs, sering kali dilakukan oleh para yogi, ialah memutuskan napas dari kedua sisi, yakni secara berangsur-angsur mengurangi panjangnya menghirup dan menghembuskan napas sampai napas ranar-benar berhenti. Tak pelak lagi bahwa tindakan ini menghasilkan panas dalam hati. Akan tetapi, panas yang dihasilkan dengan menahan napas jauh lebih besar ketimbang yang dihasilkan dengan menghentikan napas. Bisa diperhatikan bahwa tujuan menahan napas dalam zikir dua dari empat dharb dan zikir Haddadi serta yang lainnya ialah menghasilkan panas dalam hati sang hamba. Pada gilIrannya, ini menimbulkan semangat dan menyiapkan dirinya untuk mencintai Allah. Zikir ini juga mengipasi api cinta serta mengembangkan kemabukan spiritual dan kegembiraan bergejolak dalam diri sang hamba. Selama periode ini, sang hamba diperintahkan untuk menjauhi makanan-makanan yang banyak mengandung kelembaban. Demikian juga, ia tidak boleh memakan makanan yang asam atau pedas. Ketika napas di hembuskan sesudah ditahan, maka napas itu mestilah dihembuskan pelan-pelan melalui hidung dan jangan melalui mulut. Jika tidak demikian, maka yang demikian itu sangat berbahaya. Lagi-lagi, zikir ini jangan dilakukan ketika perut sedang penuh terisi makanan, atau ketika seseorang itu lapar. Menahan napas dengan segenap tindakan pencegahan ini diperlukan di awal suluk. Akan tetapi, ketika sang hamba mencapai kesempurnaan, ia boleh mengamalkannya atau tidak sama sekali. Syekh Kalimullah menyatakan bahwa kaum Sufi mempelajari praktik ini dari para pertapa Hindu. Para Sufi terkemuka juga berpandangan bahwa ketika diri manusia terlepas dari segenap kesenangan inderawi, dan wujud batiniahnya makin bertambah kuat dengan mengingat Allah, maka terjalinlah sebuah hubungan antara dirinya dengan alam ruhani. Disebabkan adanya hubungan ini, hati sang hamba pun tercerahkan, dan ia pun melihat Zat Allah serta mengetahui perintah-perintah dan keridhaan Allah. Kini cahaya pun terpantul dari pandangan batin pada mata lahir dan ia pun mulai melihat dengan indera-indera lahiriah berbagai alam spiritual batiniah. Pada tahap ini, ia sudah terlepas dari alam lahiriah dan batiniah. Zikir juga memungkinkan sang hamba melihat berbagai ragam cahaya. Warna berbagai cahaya ini terkadang putih, terkadang hijau, dan kadang-kadang merah. Akhirnya, muncul warna hitam, yang disebut “cahaya kebingungan dan “cahaya zat”. Cahaya yang terlihat dekat dengan bahu kanan dipandang sebagai cahaya malaikat pencatat sebelah kanan. Jika ini terputus, maka yang demikian ini dipandang sebagai cahaya syaikh, dan jika muncul di hadapan sang dzakir, maka hal itu dipandang sebagai cahaya Nabi Muhammad. Begitu juga, jika ia muncul dekat dengan bahu sebelah kiri, maka yang demikian adalah cahaya malaikat pencatat di sebelah kiri; dan jika terputus, maka hal itu dipandang sebagai tipu daya setan. Sama halnya, jika ada suatu bentuk muncul di sisi sebelah kiri, maka hal itu juga dipandang sebagai tipudaya setan. Jika cahaya itu muncul dari belakang dan atas kepala, maka hal itu dipandang sebagai cahaya malaikat-malaikat penjaga. Jika cahaya itu muncul tanpa arah, dan sang dzâkir ketakutan olehnya, dan tidak dirasakan adanya kehadIran Allah sesudah cahaya itu lenyap, maka yang demikian itu juga harus dipandang sebagai tipu daya setan. Jika kehadIran Allah dirasakan ketika cahaya itu muncul dan timbul perasaan berpisah dan rindu kepada Allah sesudah cahaya itu lenyap, maka ia mesti memahami bahwa itulah cahaya Zat Mahabenar yang dicari. Jika cahaya itu muncul di dada, dan di atas pusar, maka lagi-lagi yang demikian ini dipandang sebagai tipuan setan. Jika cahaya muncul dalam hati, maka hal itu dipandang sebagai cahaya yang dihasilkan dengan menyucikan hati. Akan tetapi, sang pencari sejati Allah semestinya tidak perlu memperhatikan cahaya-cahaya ini, juga tidak boleh merasa puas dengannya, sebab kesemuanya itu bukanlah tujuan yang ingin diraihnya. Penghambaan sang pencari Allah yang menimbulkan cahaya dipandang sebagai yang paling aman, dan ia bisa berharap lebih jauh untuk mencapainya. Sumber Perjalananpanjang Prof. Dr. H. Kadirun Yahya di dunia tarekat, dari semula Beliau mengenal tarekat sampai diangkat sebagai seorang Sayyidi Syaikh mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah, sangat menarik untuk dipelajari, karena tidak sedikit "peristiwa langka yang tidak lazim", yang menjadi catatan penting dalam sejarah berguru Prof. Dr. H. Kadirun Yahya. Dzikir dan Wirid Tarekat Naqsyabandiyah. Teknik dasar dzikir dan wirid Tarekat Naqsyabandiyah; seperti kebanyakan tarekat lainnya, teknik dasar peribadatan tarekat naqsyabandiyah adalah dzikir, yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan permanen. Ada Tata Cara Peribadatan Tarekat Naqsyabandiyah, ada juga Dzikir dan Wirid Tarekat sekali, Tarekat Naqsyabandiyah membedakan dirinya dengan aliran lain dalam hal dzikir yang lazimnya adalah dzikir diam khafi, “tersembunyi”, atau qalbi, ” dalam hati”, sebagai lawan dari dzikir keras dhahri yang lebih disukai tarekat-tarekat lain. Kedua, jumlah hitungan dzikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada Tarekat Naqsyabandiyah daripada kebanyakan tarekat dapat dilakukan baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Banyak penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan dzikir secara sendiri-sendiri, tetapi mereka yang tinggal dekat seseorang syekh cenderung ikut serta secara teratur dalam pertemuan-pertemuan di mana dilakukan dzikir banyak tempat pertemuan semacam itu dilakukan dua kali seminggu, pada malam Jum’at dan malam Selasa; di tempat lain dilaksanakan tengah hari sekali seminggu atau dalam selang waktu yang lebih lama dzikir dasar Naqsyabandiyah, keduanya biasanya diamalkan pada pertemuan yang sama, adalah dzikir ism al-dzat, “mengingat yang Haqiqi” dan dzikir tauhid, ” mengingat keesaan”. Yang duluan terdiri dari pengucapan asma Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali dihitung dengan tasbih, sambil memusatkan perhatian kepada Tuhan Tauhid juga dzikir tahlil atau dzikir nafty wa itsbat terdiri atas bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat la ilaha illa llah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan garis melalui tubuh. Bunyi la permulaan digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan. Di situ, kata berikutnya, illa dimulai dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala lain yang diamalkan oleh para pengikut tarekat Naqsyabandiyah yang lebih tinggi tingkatannya adalah dzikir latha’if. Dengan dzikir ini, orang memusatkan kesadarannya dan membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas berturut-turut pada tujuh titik halus pada ini, lathifah jamak latha’if, adalah qalb hati, terletak selebar dua jari di bawah puting susu kiri; ruh jiwa, selebar dua jari di atas susu kanan; sirr nurani terdalam, selebar dua jari di atas putting susu kanan; khafi kedalaman tersembunyi, dua jari di atas puting susu kanan; akhfa kedalaman paling tersembunyi, di tengah dada; dan nafs nathiqah akal budi, di otak belahan pertama. Lathifah ketujuh, kull jasad sebetulnya tidak merupakan titik tetapi luasnya meliputi seluruh seseorang telah mencapai tingkat dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh akan bergetar dalam nama Tuhan. Konsep latha’if — dibedakan dari teknik dzikir yang didasarkan padanya — bukanlah khas Naqsyabandiyah saja tetapi terdapat pada berbagai sistem psikologi mistik. Jumlah latha’if dan nama-namanya bisa berbeda; kebanyakan titik-titik itu disusun berdasarkan kehalusannya dan kaitannya dengan pengembangan latha’if pun persis serupa dengan cakra dalam teori yoga. Memang, titik-titik itu letaknya berbeda pada tubuh, tetapi peranan dalam psikologi dan teknik meditasi seluruhnya sama Artikel TerkaitTarekat Naqsyabandiyah Dan Perkembangannya Di DuniaTata Cara Peribadatan Tarekat NaqsyabandiyahTarekat Naqsyabandiyah Dan Perkembangannya Di DuniaAsal-usul ketiga macam dzikir ini sukar untuk ditentukan; dua yang pertama seluruhnya sesuai dengan asas-asas yang diletakkan oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani, dan muntik sudah diamalkan sejak pada zamannya, atau bahkan lebih awal. Pengenalan dzikir latha’if umumnya dalam kepustakaan Naqsyabandiyah dihubungkan dengan nama Ahmad Sirhindi. Kelihatannya sudah digunakan dalam Tarekat Kubrawiyah sebelumnya; jika ini benar, maka penganut Naqsyabandiyah di Asia Tengah sebetulnya sudah mengenal teknik tersebut sebelum dilegitimasikan oleh Ahmad tidaklah berhenti pada dzikir; pembacaan aurad Indonesia wirid, meskipun tidak wajib, sangatlah dianjurkan. Aurad merupakan doa-doa pendek atau formula-formula untuk memuja Tuhan dan atau memuji Nabi Muhammad, dan membacanya dalam hitungan sekian kali pada jam-jam yang sudah ditentukan dipercayai akan memperoleh keajaiban, atau paling tidak secara psikologis akan mendatangkan manfaat. Seorang murid dapat saja diberikan wirid khusus untuk dirinya sendiri oleh syekhnya, untuk diamalkan secara rahasia diam-diam dan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain; atau seseorang dapat memakai kumpulan aurad yang sudah tidak mempunyai kumpulan aurad yang unik. Kumpulan-kumpulan yang dibuat kalangan lain bebas saja dipakai; dan kaum Naqsyabandiyah di tempat yang lain dan pada masa yang berbeda memakai aurad yang berbeda-beda. Penganut Naqsyabandiyah di Turki, umpamanya, sering memakai Al-Aurad Al-Fathiyyah, dihimpun oleh Ali Hamadani, seorang sufi yang tidak memiliki persamaan sama sekali dengan kaum berita NU Cilacap Online NUCOM di Google News, jangan lupa untuk follow Penulis & Editor NU Cilacap Online NUCOM Situs Islam Aswaja Nahdlatul Ulama NU, menghadirkan aktivitas berita informasi kegiatan Nahdlatul Ulama Cilacap -termasuk Lembaga dan Badan Otonom NU- secara Online. Terima kasih atas kunjungan Anda semuanya. Silahkan datang kembali. Naqsyabandiyahadalah sebuah tarekat yang berkembang pesat di Indonesia termasuk di Sumatera Utara. Tarekat naqsyabandiyah merupakan tarekat yang jumlah pengikutnya terbesar dan paling luas jangkauan penyebarannya, berbeda dengan tarekat lain tarekat naqsyabandiyah tidak hanya menyeru kepada lapisan social tertentu saja. Para pengikutnyaa berasal dari wilayah perkotaan sampai ke pendesaan, di
Tá na cara que eu quero vocêTá na cara que você também me querNão importa seja o preço que forTá na cara é demais nosso amorEu sinto que o meu coração ficou batendo mais forteDepois de encontrar vocêComo um filme de romance um olhar foi um lanceSó sei que foi pra valerVem ficar comigo dá um toque sorrisoAlgo que eu possa entenderParece coisa de artista amor à primeira vistaFoi assim que me apaixoneiTá na cara que eu quero vocêTá na cara que você também me querNão importa seja o preço que forTá na cara é demais nosso amorEu sinto que o meu coração ficou batendo mais forteDepois de encontrar vocêComo um filme de romance um olhar foi um lanceSó sei que foi pra valerVem ficar comigo dá um toque sorrisoAlgo que eu possa entender
SejarahSyekh Bahauddin Naqsyabandiyah. Syekh Muhammad Bahauddin An Naqsabandiy Ra. Adalah seorang Wali Qutub yang masyhur hidup pada tahun 717-791 H di desa Qoshrul 'Arifan,Bukhara, Rusia. Beliau adalah pendiri Thoriqoh Naqsyabandiyah sebuahthoriqoh yang sangat terkenal dengan pengikut sampai jutaan jama'ah dantersebar sampai ke Indonesia
Tarekat Naqsandiyah, seperti juga tarekat yang lainnya mempunyai tata cara ritual tersendiri, sebagai berikut Husy dar dam, “sadar diwaktu bernafas” suatu latihan dimana seseorang harus menjaga diri dari kekhilafan dan kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu merasakan kehadiran Allah. Hal ini dikarenaka setiap keluar masuk nafas yang hadir beserta Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih dekat kepada Allah. karena kalau orang lupa dan kurang perhatian berarti kematian spiritual dan mengakibatkan orang akan jauh dari Allah. Nadzar bar qadam, “menjaga langkah” seorang murid yang sedang menjalani khalwat suluk , bila berjalan harus menundukkan kepala, melihat ke arah kaki. Dan apabila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan. Sebab memandang kepada keaneka ragaman ukiran dan warna dapat melalaikan orang lain dari mengingat Allah, selain itu juga supaya tujuan-tujuan yang rohaninya tidak dikacaukan oleh segala hal yang berada di sekelilingnya yang tidak relevan. Safar dar wathan, “ melakukan perjalanannya di tanah kelahiran”, maknanya adalah melakukan perjalanan batin dengan meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akibat hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. Atau maknanya adalah berpindah dari sifat-sifat manusia yang rendah kepada sifat-sifat malaikat yang terpuji. Khalwat dar anjuman,” sepi di tengah keramaian”, khalwat bermakna menyepinya seorang murid, sementara anjumandapat berarti perkumpulan tertentu. Berkhalwat terbagi menjadi dua bagian, yaitu a. Khalwat lahir, yaitu orang yang bersuluk mengasingkan diri ke sebuah tempat tersisih dari masyarakat. b. Khalwat batin, yaitu mata hati menyaksikan rahasia kebesaran Allah dalam pergaulan sesame makhluk. Yad krad,”ingat atau menyebut” ialah berdzikir terus-menerus mengingat Allah, baik zikir ism al-dzat menyebut Allah, maupun dzikir naïf itsbat menyebut La ila>ha Illa> Allah. bagi kaum Naqsabandiyah zikir itu tidak terbatas dilakukan secara berjamaah ataupun sendirian sesudah shalat, tetapi terus-menerus supaya di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen. Ba>z Ghust, “kembali “, memperbaharui”. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan hati agar tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang. Sesudah menghela nafas, orang yang berzikir itu kembali bermunajat dengan mengucapkan kalimat yang mulia ilahi> anta maqshudi> wa ridhaka mathlubi>. ya tuhanku, engkaulah tempatku memohon dan keridhaanMu lah yang ku harapkan. Sewaktu mengucapkan zikir, makna dari kalimat ini harus selalu berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang paling halus kepada Allah semata. Niga>h Dasyt,” waspada”. Ialah setiap murid harus menjaga hati, pikiran, dan perasaan dari sesuatu walapun sekejap seketika melakukan zikir tauhid. Hal ini bertujuan untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan Tuhan, dan untuk memelihara pikiran dari perilaku agar sesuai dengan makna dzikir tersebut. Ya>d dasyt,”mengingat kembali” adalah tawajuh menghadapkan diri kepada nur dzat Allah, tanpa kata-kata. Pada hakikatnya menghadapkan diri dan mencurahkan perhatian kepada nur dzat Allah tiada lurus, kecuali sesudah Jana>’ hilang kesadaran yang sempurna. Tampaknya hal ini semula dikaitkan pada pengalaman langsung kesatuan dengan yang ada wahdat al-wujud . Dzikir Titik berat amalan penganut Tarekat Naqsandiyah adalah zikir. Zikir adalah berulang-ulang menyebut nama Allah atau menyatakan kalimat La ila>ha Illa> Allah dengan tujuan untuk mencapai kesadaran akan Allah. para penganut Naqsabandiyah lebih sering melakukan zikir sendiri, tetapi bagi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan dengan syaikh cenderung iktu serta secara teratur dalam pertemuan dimana majlis zikir dilakukan. Tarekat Naqsabandiyah mempunyai dua macam zikir, yaitu Zikir Ism al-dzat, artinya mengingat nama yang Haqiqi dengan mengucapkan nama Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali sambil memusatkan perhatian kepada Allah. Zikir tauhid, artinya mengingat keesaan. Zikir ini terdiri atas bacaan perlahan diiringi dengan pengaturan nafas, kalimat La ila>ha Illa> Allah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan garis memalui tubuh. Caranya, pertama bunyi La> digambar dari daerah pusar terus ke atas sampai ke ubun-ubun, kedua. Bunyi ila>ha turun ke kanan dan berhenti di ujung bahu kanan, ketiga, kata berikutnya illa> dimulai dan turun melewati bidang dada sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata terakhir Allah dihujamkan sekuat tenaga. Orang yang sedang berzikir membayangkan jantung itu berdenyutkan nama Allah, dan memusnahkan segala kotoran. Sebagian ulama menyatakan bahwa zikir anggota tubuh jawarih adalah Zikir mata dengan menangis Zikir telingan dengan mendengar yang baik-baik Zikir lidah dengan memuji Allah Zikir tangan dengan member sedekah Zikir badan dengan menunaikan kewajiban Zikir hati dengan takut dan mengharap Zikir roh dengan penyerahan diri kepada Allah Terdapat 7 tingkatan zikir dalam Tarekat Naqsabandiyah Mukasyafah, mula-mula zikir dengan menyebut Nama Allah dalam hati sebanyak 5000 kali sehari semalam. Setelah melaporkan perasaan selama berzikir, maka syaikh menaikkan zikirnya menjadi 6000 kali sehari semalam. Latha>if, setelah melaporkan perasaan yang dialami dalam berzikir itu, maka atas penilikan syaikh, dinaikkan zikirnya menjadi 7000. Dan demikianlah seterusnya menjadi 8000, 9000, kali sehari semalam. Zikir tersebut dinamakan latha>if sebagai maqam kedua. Maqam lathi>fah-lathi>fah juga terbagi menjadi 7 macam, yaitu Lathi>fah al-Qalbi>, zikir sebanyak 5000 kali ditempatkan dibawah dada sebelah kiri dan kurang lebih dua jari dari rusuk. Lathi>fah al-Ru>h}, zikir sebanyak 1000 kali di bawah dada kanan, kurang lebih dua jari ke arah dada. Lathi>fah al-Sirr 1000 kali dua jari diatas dada Lathi>fah al-Khofi 1000 kali diatas dada kanan Lathi>fah al-Akhfa 1000 kali di tengah-tengah dada Lathi>fah al-Nafsi al-Nathiqah 1000 kali diatas kening Lathi>fah al-Kull al-Jasad 1000 kali diseluruh tubuh 3. Nafi Itsbat, kali dengan membaca La ila>ha Illa> Allah 4. Wuquf qalbi 5. Ahadiah 6. Ma’iah 7. Tahlil
. 281 326 75 483 332 464 3 223

tata cara zikir tarekat naqsyabandiyah